Rabu, 08 Agustus 2012

Tutur


Polan : Ucok, suntuk kali mukamu!

Ucok : Bah! Cemana enggak suntuk. 
Semalam di Pasar Delapan keretaku hilang.
Polan : Nasib kau lah.



APA yang kita pahami dari dialog di atas? Benarkah Ucok memiliki sebuah kereta? Apakah kereta itu hilang di sebuah pasar bernama ‘delapan’?
Inilah sebuah adegan percakapan yang sering kita jumpai di Kota Medan. Bila kita bukan orang Medan, bisa-bisa kita salah memahami perkataan Ucok. Tafsiran secara bahasa Indonesia yang baik dan benar akan mengartikan bahwa Ucok punya sebuah kereta (api) yang hilang di sebuah pusat perbelanjaan tradisional bernama delapan, tadi malam.
Namun, dalam tutur bahasa Medan, bukan itu yang dimaksud Ucok. Bila kita mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) percakapan di atas akan menjadi ambigu karena kata yang sama diartikan secara berbeda dalam tutur orang Medan.
Mari kita telaah. Kata ‘cemana’ merupakan kata yang sering digunakan orang Medan untuk menanyakan akibat dari suatu tindakan. Dalam bahasa Indonesia baku, kata ini akan berpadanan dengan ‘bagaimana’. 
Lalu, kata ‘semalam’ yang dimaksud dalam dialog di atas merujuk pada kemarin, bukan tadi malam. Padahal dalam KBBI kata ‘semalam’ dengan kata dasar ‘malam’ memiliki arti waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit. 
Kemudian ada kata ‘Pasar Delapan’, maksud kata pasar di sini bukanlah tempat di mana terjadi transaksi jual beli melainkan mengacu pada jalan besar. Sebaliknya untuk tempat terjadinya transaksi jual beli, kata yang digunakan adalah ‘pajak’. Misalnya, Pajak Sambu, Pajak Melati, Pajak Ikan. Tak perlulah dijelaskan arti pajak berdasarkan KBBI.


Inilah bahasa Medan. Tak seperti daerah lain yang punya bahasa jelas-jelas beda dengan bahasa Indonesia, Medan punya bahasa yang sama namun dengan arti jauh berbeda. Jangan terkaget-kaget bila ada kata bahasa Indonesia yang telah familiar namun dimaknai lain oleh orang Medan. 
Dalam istilah linguistik tutur semacam ini disebut parole. Parole merupakan sebuah sistem di luar bahasa baku. Terdapat dua sisi melihat peristiwa linguistik ini. Ada yang memandang ini sebagai tradisi, namun ada pula yang menilai ini sebagai perusakan bahasa. 
Selain kata-kata di atas terdapat beberapa kata lain di Medan yang lari artinya dari bahasa Indonesia. Misalnya galon. Dalam bahasa Medan, galon adalah kata yang merujuk pada pom bensin. Lalu ada kata ‘paten’ yang berarti hebat. Dan kata ‘minyak lampu’ yang berarti minyak tanah.
Dosen Departemen Bahasa Indonesia USU, Dadarnila menjelaskan ini merupakan sebuah kesalahan dalam lingu-istik karena merusak bahasa baku. “Merusak arti kata sebenarnya,” ucapnya. Dadarnila menganggap ini adalah sebuah tradisi dari masyarakat itu sendiri. “Ini sudah diwariskan dari dahulu sehingga sampai saat ini masih digunakan,” tambahnya.
Apa pun itu, tetap saja inti dari sebuah komunikasi adalah lawan bicara memahami apa yang diinginkan pembicara. Tak usah pusingkan makna kata yang diputarbalikkan, yang penting kita bisa saling mengerti satu sama lain. Setuju? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar